Senin, 03 Juni 2013
Rabu, 08 Mei 2013
PENUTUP
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengguna Internet di Indonesia masih
jauh dari kesadaran akan pentingnya melindungi data mereka di Internet, hal ini
akan menjadi obyek yang berbahaya bagi kejahatan dunia maya. Pelanggaran
privasi bisa terjadi kapan saja tidak terbatas oleh letak geografis, kejahtan
multi nasional ini sudah selayaknya menjadi perhatian semua elemen baik
pemerintah, swasta, atau individual menjadi objek dari pelaku bahkan
korban dari kejahatan di dunia maya,dan kejadian ini telah menjadi perhatian
dunia international.
Dan karena
adanya kejahatan tersebut hukum telah
ditetapkan di banyak negara termasuk di
Indonesia, konstitusi atau hukum privasi tidak serta merta menjadi pelindung
bagi pengguna internet tanpa adanya sosialisasi dari pemerintah dan mengadakan
pendidikan dan pelatihan oleh kalangan profesional dan kesadaran masyarakat itu
sendiri akan pentingnya menjaga hak perlindungan privasi. Dan menindak pelaku
kejahatan dengan hukum yang berlaku.
Hampir semua negara memiliki hukum yang berbeda, dengan
berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh, aturan pajak umumnya
mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada beberapa negara,
privasi individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan berbicara, dan
beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi publik yang dapat dianggap
pribadi di negara atau budaya lain. Privasi dapat secara sukarela dikorbankan,
umumnya demi keuntungan tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan sedikit
keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan kerugian.
Indonesia termasuk sepuluh besar dunia
dalam hal maraknya cybercrime. Namun, penanganan perundang-undangan untuk
masalah cybercrime yang diberikan oleh pemerintah Indonesia belum maksimal.
Selain itu, tingkat kesadaran masyarakat pengguna internet untuk tidak
menyalahgunakan cyberspace di Indonesia juga masih sangat rendah.
Untuk menangani dan menghindari cybercrime dibutuhkan kerjasama individual, pemerintah dan masyarakat bahkan kerjasama antar negara-negara di dunia.
Cyberspace dengan cybercrime yang rendah dapat meningkatkan kualitas di berbagai bidang terutama dalam bidang ekonomi.
Untuk menangani dan menghindari cybercrime dibutuhkan kerjasama individual, pemerintah dan masyarakat bahkan kerjasama antar negara-negara di dunia.
Cyberspace dengan cybercrime yang rendah dapat meningkatkan kualitas di berbagai bidang terutama dalam bidang ekonomi.
B. SARAN
– SARAN
Seiring
dengan perkembangan teknologi Internet, serta semakin banyaknya pengguna
internet semakin meningkat pula potensi kejahatan dalam internet yang disebut
dengan "CyberCrime" atau kejahatan melalui jaringan Internet,
Munculnya beberapa kasus "CyberCrime" di Indonesia, seperti pencurian
kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain,
misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak
dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer
dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah
perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan
delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang
lain. Adanya CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah
sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer,
khususnya jaringan internet dan intranet.
cybercrime
merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet
yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.
Penanggulangan masalah cybercrime
atau khususnya Pelanggaran Privasi yang sering terjadi saat ini adalah :
- Masyarakat
agar lebih hati-hati dalam mempublikasikan data diri mereka, kalau data
itu terlalu privasi jangan dipublikasikan, karena sering kali banyak
oknum-oknum yang mensalahgunakan data privasi seseorang dalam kepentingan
pribadinya.
- Dari segi pandangan hukum, agar pemerintah membuat undang-undang yang lebih spesifik di dunia Internet (Cyber Law) yang tidak mengakibatkan ketidakpastian akan hukum bagi perlindungan privasi bagi pengguna internet di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Ramli,
Ahmad M. Cyber Law dan Haki Dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung:
Refika Aditama, 2006
-
Magdalena,
Merry dan Maswigrantoro R. Setyadi. Cyberlaw, Tidak Perlu Takut.
Yogyakarta: Andi, 2007
-
Sulaiman,
Robintan. Cyber Crimes: Perspektif E-Commerce Crime. Pusat Bisnis
Fakultas Hukum: Universitas Pelita Harapan, 2002
-
Modul
/ slide mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informatika dan Komunikasi Tahun
2013.
ACUAN HUKUM
A. ACUAN
HUKUM
Acuan hukum yang berlaku untuk
infringement of privacy di Indonesia yaitu UU ITE (Undang – Undang Informasi Transaksi dan Elektronik.)yang isi
nya sebagai berikut:
UNDANG-UNDANG ITE(INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK)
NOMOR
11 TAHUN 2008
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a.
Bahwa pembangunan nasional adalah salah satu proses yang berkelanjutan
yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika
di masyarakat.
b.
Bahwa globalisasi informasi telah menempatkan indonesia sebagai bagian
dari masyarakat informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional seentuk
hingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara
optimal,merata,dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan
kehidupan bangsa.
c.
Bahwa perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat
telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang
secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.
d.
Bahwa penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus terus
dikembangkan untuk menjaga,memelihara,dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional
berdasarkan peraturan perundang-undangan demi kepentingan nasional.
e.
Bahwa pemanfaatn teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan
dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
f.
Bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi informasi
melalui infrastruktur hukum dan pengaturanya sehingga pemanfaatan teknologi
informasi memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat
indonesia.
g.
Bahwa berdasrkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,huruf
b,huruf c,huruf d,huruf e,dan huruf f,perlu membentuk undang-undang tentang
informasi dan transaksi elektronik.
Dan akhirnya Presiden republik Indonesia dan
Dewan Perwakilan Rakyat telah memutuskan menetapkan ,Undang-undang tentang
informasi transaksi elektronik:
Bab I, tentang Ketentuan Umum
Bab II,tentang
Asas dan Tujuan
Bab III,tentang informasi,dokumen,dan tanda tangan elektronik
Bab IV,tentang penyelenggaran dan sertifikasi
elektronik dan sistem elektronik
Bab V,tentang transaksi elektronik
Bab VI ,tentang domain hak kekayaan
intelektual,dan perlindungan hak priba
Bab VII,tentang perbuatan yang dilarang
Bab
VIII,tentang penyelesain sengketa
Bab IX,tentang peran pemerintah dan masyarakat
Bab X,tentang penyidikan
Bab
XI,tentang ketentuan pidana
Bab
XII,tentang ketentuan peralihan
Bab XIII,tentang ketentuan penutup
Atau UU ITE pasl 27 ayat 3.
Bunyi
Pasal 27 ayat 3 adalah sebagai berikut :
Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Sanksi pelanggaran pasal disebutkan pada Pasal 45 ayat 1 adalah :Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/ atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Seperti halnya porno dan tidak porno, maka merasa terhina atau tidak terhina juga berada dalam domain yang sama yaitu subjektifitas. Tiap orang tentunya akan berbeda-beda merasakannya. Tergantung apakah orang tersebut pendendam atau pemaaf, dan penerima kritik atau antikritik. Pasal penghinaan atau pencemaran nama baik bisa dikatakan pasal karet, pasal yang dapat ditarik-tarik seenaknya. Orang hukum mungkin mengatakannya sebagai hal yang tidak memiliki kepastian hukum. Belum lagi pasal ini ternyata juga sudah dibahas dalam undang-undang yang lain yaitu KUHP Pasal 311. Saling tindih suatu aturan yang sama membuat UU menjadi tidak efisien. Semoga saja ini bukan karena para pembuatnya memiliki OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Lalu masalah hukuman yang begitu berat yaitu 1 milyar rupiah. Apa dasarnya? Mungkin bagi orang kaya, 1 M itu bisa dibayar. Tapi buat 15,42 % (Data BPS, Maret 2008) orang miskin di Indonesia, belum lagi ditambah orang tingkat ekonomi menengah kebawah.Uang 1 milyar itu sangatlah tidak terjangkau. Apa mungkin pesan implisit dari Pasal 27 ayat 3 UU-ITE ini adalah orang miskin dilarang menghina dan mengkritik di internet? Baiklah, Saya masih miskin saat ini. Saya tidak punya uang 1 milyar untuk menebus harga diri seseorang/sesuatu yang merasa dicemarkan dalam tulisan-tulisan saya. Saya juga tidak cukup punya waktu untuk kehilangan 6 tahun dipenjara karena unfinished tasks saya sudah sangat banyak. Namun apa mau dikata, UU-ITE telah ditetapkan bahkan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menolak pengujian pasal 27 ayat 3 UU ITE. Sekali lagi orang miskin (yang tak punya 1 milyar) mungkin tinggal menunggu belas kasihan sistem keadilan yang berpihak pada para penguasa uang.
Seperti halnya porno dan tidak porno, maka merasa terhina atau tidak terhina juga berada dalam domain yang sama yaitu subjektifitas. Tiap orang tentunya akan berbeda-beda merasakannya. Tergantung apakah orang tersebut pendendam atau pemaaf, dan penerima kritik atau antikritik. Pasal penghinaan atau pencemaran nama baik bisa dikatakan pasal karet, pasal yang dapat ditarik-tarik seenaknya. Orang hukum mungkin mengatakannya sebagai hal yang tidak memiliki kepastian hukum. Belum lagi pasal ini ternyata juga sudah dibahas dalam undang-undang yang lain yaitu KUHP Pasal 311. Saling tindih suatu aturan yang sama membuat UU menjadi tidak efisien. Semoga saja ini bukan karena para pembuatnya memiliki OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Lalu masalah hukuman yang begitu berat yaitu 1 milyar rupiah. Apa dasarnya? Mungkin bagi orang kaya, 1 M itu bisa dibayar. Tapi buat 15,42 % (Data BPS, Maret 2008) orang miskin di Indonesia, belum lagi ditambah orang tingkat ekonomi menengah kebawah.Uang 1 milyar itu sangatlah tidak terjangkau. Apa mungkin pesan implisit dari Pasal 27 ayat 3 UU-ITE ini adalah orang miskin dilarang menghina dan mengkritik di internet? Baiklah, Saya masih miskin saat ini. Saya tidak punya uang 1 milyar untuk menebus harga diri seseorang/sesuatu yang merasa dicemarkan dalam tulisan-tulisan saya. Saya juga tidak cukup punya waktu untuk kehilangan 6 tahun dipenjara karena unfinished tasks saya sudah sangat banyak. Namun apa mau dikata, UU-ITE telah ditetapkan bahkan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menolak pengujian pasal 27 ayat 3 UU ITE. Sekali lagi orang miskin (yang tak punya 1 milyar) mungkin tinggal menunggu belas kasihan sistem keadilan yang berpihak pada para penguasa uang.
Sedangkan di Negara lain misalkan di Amerika Serikat yaitu RUU SOPA dan
PIPA.
SOPA adalah singkatan Stop Online Piracy
Act. Yaitu rancangan undang-undang penghentian pembajakan online. RUU ini
diusulkan pertamakali oleh Kongres ke Gedung Parlemen pada 26 Oktober 2011.
Dengan UU SOPA, penegak hukum di AS dapat lebih leluasa bertindak kegiatan
online yang dianggap illegal.
PIPA adalah singkatan dari Protect Intellectual Property Act atau RUU Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. RUU PIPA bertama kali diusulkan pada 12 Mei 2011 oleh Senator Patrick Leahy. RUU tersebut berisi definisi tentang pelanggaran yang disebabkan oleh pendistribusian salinan palsu atauillegal copies dan barang palsu.
PIPA adalah singkatan dari Protect Intellectual Property Act atau RUU Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. RUU PIPA bertama kali diusulkan pada 12 Mei 2011 oleh Senator Patrick Leahy. RUU tersebut berisi definisi tentang pelanggaran yang disebabkan oleh pendistribusian salinan palsu atauillegal copies dan barang palsu.
RUU ini bertujuan untuk:
- Melindungi
kekayaan intelektual dari pencipta konten
- Perlindungan
terhadap obat-obatan palsu
Setelah RUU SOPA dan PIPA muncul juga
RUU CISPA.
CISPA adalah singkatan dari Cyber Intelligence Sharing and Protection
Act.Adapun Kutipan dari CISPA atau Sharing Intelijen Cyber dan Undang-Undang Perlindungan:
"Menyimpang
dari ketentuan hukum lain, sebuah entitas mandiri yang
dilindungi mungkin, untuk tujuan cybersecurity - (i) menggunakan sistem
cybersecurity untuk mengidentifikasi dan memperoleh informasi cyberthreat untuk
melindungi hak-hak dan milik diri seperti dilindungi entitas, dan (ii) saham cyberthreat seperti informasi dengan
entitas lain, termasuk Pemerintah Federal .
Cyber
Law Di Malaysia
Cyber Law di Malaysia, antara lain:
– Digital Signature Act
– Computer Crimes Act
– Communications and Multimedia Act
– Telemedicine Act
– Copyright Amendment Act
– Personal Data Protection Legislation (Proposed)
– Internal security Act (ISA)
– Films censorship Act
Cyber Law Di Singapura
Cyber Law di Singapore, antara lain:
• Electronic Transaction Act
• IPR Act
• Computer Misuse Act
• Broadcasting Authority Act
• Public Entertainment Act
• Banking Act
• Internet Code of Practice
• Evidence Act (Amendment)
• Unfair Contract Terms Act
Cyber Law di Malaysia, antara lain:
– Digital Signature Act
– Computer Crimes Act
– Communications and Multimedia Act
– Telemedicine Act
– Copyright Amendment Act
– Personal Data Protection Legislation (Proposed)
– Internal security Act (ISA)
– Films censorship Act
Cyber Law Di Singapura
Cyber Law di Singapore, antara lain:
• Electronic Transaction Act
• IPR Act
• Computer Misuse Act
• Broadcasting Authority Act
• Public Entertainment Act
• Banking Act
• Internet Code of Practice
• Evidence Act (Amendment)
• Unfair Contract Terms Act
Cyber
law di Eropa
Council of Europe Convention on Cyber crime. Saat ini berbagai upaya telah dipersiapkan untuk memerangi cybercrime. The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, di mana pada tahun 1986 OECD telah mempublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related Crime: Analysis of Legal Policy. Laporan ini berisi hasil survey terhadap peraturan perundang-undangan Negara-negara Anggota beserta rekomendasi perubahannya dalam menanggulangi computer-related crime tersebut, yang mana diakui bahwa sistem telekomunikasi juga memiliki peran penting dalam kejahatan tersebut.
Council of Europe Convention on Cyber crime. Saat ini berbagai upaya telah dipersiapkan untuk memerangi cybercrime. The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, di mana pada tahun 1986 OECD telah mempublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related Crime: Analysis of Legal Policy. Laporan ini berisi hasil survey terhadap peraturan perundang-undangan Negara-negara Anggota beserta rekomendasi perubahannya dalam menanggulangi computer-related crime tersebut, yang mana diakui bahwa sistem telekomunikasi juga memiliki peran penting dalam kejahatan tersebut.
PENGERTIAN CYBER LAW,CONTOH KASUS INFRINGEMENT of PRIVACY
A.
PENGERTIAN CYBER LAW
Definisi
cyber law yang diterima semua pihak adalah milik Pavan Dugal dalam bukunya Cyberlaw The
Indian Perspective (2002). Di situ Dugal mendefinisikan Cyberlaw is a
generic term, which refers to all the legal and regulatory aspects of Internet
and the World Wide Wide. Anything concerned with or related to or emanating
from any legal aspects or issues concerning any activity of netizens and
others, in Cyberspace comes within the amit of Cyberlaw. Disini Dugal
mengatakan bahwa Hukum Siber adalah istilah umum yang menyangkut semua aspek
legal dan peraturan Internet dan juga World Wide Web. Hal apapun yang berkaitan
atau timbul dari aspek legal atau hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas
para pengguna Internet aktif dan juga yang lainnya di dunia siber, dikendalikan
oleh Hukum Siber.
Latar Belakang terbentuknya Cyber Law dikarenakan Cyber
law erat lekatnya dengan dunia kejahatan. Hal ini juga didukung oleh
globalisasi. Zaman terus berubah-ubah dan manusia mengikuti perubahan zaman
itu. Perubahan itu diikuti oleh dampak positif dan dampak negatif. Ada dua
unsur terpenting dalam globalisasi. Pertama, dengan globalisasi
manusia dipengaruhi dan kedua, dengan globalisasi manusia mempengaruhi (jadi
dipengaruhi atau mempengaruhi).
B. DASAR
GUGATAN INFRINGEMENT of PRIVACY
Adapun
peristiwa-peristiwa itu yakni :
-
Intrusion, yaitu tindakan
mendatangi atau mengintervensi wilayah personal seseorang tanpa diundang atau
tanpa ijin yang bersangkutan. Tindakan mendatangi dimaksud dapat berlangsung
baik di properti pribadi maupun diluarnya. Kasus terkait hal ini pernah
diajukan oleh Michael Douglas dan istrinya Catherine Zeta Jones yang
mempermasalahkan photo pesta perkawinan mereka yang diambil tanpa ijin oleh
seorang Paparazi. Kegusaran Douglas timbul karena sebenarnya hak eksklusif
pengambilan dan publikasi photo dimaksud telah diserahkan kepada sebuah majalah
ternama.
-
Public disclosure
of embarrassing private facts , yaitu penyebarluasan informasi atau
fakta-fakta yang memalukan tentang diri seseorang. Penyebarluasan ini dapat
dilakukan dengan tulisan atau narasi maupun dengan gambar. Contohnya, dalam
kasus penyanyi terkenal Prince vs Out Magazine, Prince menggungat karena Out
Magazine mempublikasi photo setengah telanjang Prince dalam sebuah pesta dansa.
Out Magazine selamat dari gugatan ini karena pengadilan berpendapat bahwa pesta
itu sendiri dihadiri sekitar 1000 orang sehingga Prince dianggap cukup
menyadari bahwa tingkah polah nya dalam pesta tersebut diketahui oleh banyak
orang.
-
Publicity which
places some one false light in the public eye, yaitu
publikasi yang mengelirukan pandangan orang banyak terhadap seseorang. Clint Eastwood
telah menggugat majalah The National Enquirer karena mempublikasi photo
Eastwood bersama Tanya Tucker dilengkapi berita "Clint Eastwood in love
triangle with Tanya Tucker". Eastwood beranggapan bahwa berita dan photo
tersebut dapat menimbulkan pandangan keliru terhadap dirinya.
-
Appropriation of name or
likeness, yaitu penyalahgunaan nama atau kemiripan
seseorang untuk kepentingan tertentu. Peristiwa ini lebih terkait pada tindakan
pengambilan keuntungan sepihak atas ketenaran seorang selebritis. Nama dan
kemiripan si selebritis dipublisir tanpa ijin.
C. CONTOH
KASUS INFRINGEMENT of PRIVACY
Contoh
pelanggaran privasi di Internet :
-
Menerima
email penawaran dari orang yang tidak dikenal sebelumnya.
-
Menerima surat fisik mengenai
penawaran berbagai hal atau terkadang undian.
-
Data transaksi pembelian barang
digunakan oleh orang lain untuk menawarkan
barang tertent u
barang tertent u
-
Menerima
telepon dari orang yang tidak dikenal sebelumnya mengenai penawaran suatu barang.
-
Pesan
berantai dari seseorang yang tidak dikenal
Google telah
didenda 22.5 juta dolar Amerika karena melanggar privacy jutaan orang yang
menggunakan web browser milik Apple, Safari. Denda atas Google kecil saja
dibandingkan dengan pendapatannya di kwartal kedua. (Credit: Reuters) Denda
itu, yang diumumkan oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (FTC),
adalah yang terbesar yang pernah dikenakan atas sebuah perusahaan yang
melanggar persetujuan sebelumnya dengan komisi tersebut. Oktober lalu Google
menandatangani sebuah persetujuan yang mencakup janji untuk tidak menyesatkan
konsumen tentang praktik-praktik privacy. Tapi Google dituduh menggunakan
cookies untuk secara rahasia melacak kebiasaan dari jutaan orang yang
menggunakan Safari internet browser milik Apple di iPhone dan iPads. Google
mengatakan, pelacakan itu tidak disengaja dan Google tidak mengambil informasi
pribadi seperti nama, alamat atau data kartu kredit.
Google sudah
setuju untuk membayar denda tadi, yang merupakan penalti terbesar yang pernah
dijatuhkan atas sebuah perusahaan yang melanggar instruksi FTC.
Contoh kasus
diatas sangat mungkin untuk terjadi pula di pertelevisian Indonesia. Momentum
pelanggaran Privasi dapat berlangsung pada proses peliputan berita dan dapat
pula terjadi pada penyebarluasan (broadcasting) nya.Dalam proses peliputan,
seorang objek berita dapat saja merasakan derita akibat tindakan reporter yang
secara berlebihan mengganggu wilayah pribadi nya. Kegigihan seorang reporter
mengejar berita bisa mengakibatkan terlewatinya batas-batas kebebasan gerak dan
kenyamanan pribadi yang sepatutnya tidak di usik. Hak atas kebebasan bergerak
dan melindungi kehidupan pribadi sebenarnya telah disadari oleh banyak
selebritis Indonesia. Beberapa cuplikan infotainment menggambarkan
pernyataan-pernyataan cerdas dari beberapa selebriti kita tentang haknya untuk
melindungi kehidupan pribadinya. Dalam menentukan batas-batas Privasi dimaksud
memang tidak terdapat garis hukum yang tegas sehingga masih bergantung pada
subjektifitas pihak-pihak yang terlibat. Dalam proses penyebarluasan (penyiaran),
pelanggaran Privasi dalam bentuk fakta memalukan (embarrassing fact) anggapan
keliru (false light) lebih besar kemungkinannya untuk terjadi. Terlanggar atau
tidaknya Privasi tentunya bergantung pada perasaan subjektif si objek berita.
Subjektifitas inilah mungkin yang mendasari terjadinya perbedaan sikap antara
PARFI dan PARSI yang diungkap diatas dimana disatu pihak merasa prihatin dan
dipihak lain merasa berterimakasih atas pemberitaan-pemberitaan infotainment. sebagai contoh
:
-
Pelanggaran terhadap privasi Tora
sudiro, hal ini terjadi Karena wartawan mendatangi rumahnya tanpa izin dari
Tora.
-
Pelanggaran terhadap privasi Aburizal
bakrie, hal ini terjadi karena publikasi yang mengelirukan pandangan orang
banyak terhadap dirinya.
-
Pelanggaran terhadap privasi Andy
Soraya dan bunga citra lestari, hal ini terjadi karena penyebaran foto mereka
dalam tampilan vulgar kepada publik.
PENYEBAB INFRINGEMENT of PRIVACY
A. PENYEBAB
INFRINGEMENT of PRIVACY
1. Kesadaran hukum :
Masayarakat Indonesia
sampai saat ini dalam merespon aktivitas cyber crime masih dirasa
kurang. Hal ini disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman
dan pengetahuan (lack of information) masyarakat terhadap jenis
kejahatan cyber crime. Lack of information ini menyebabkan
upaya penanggulangan cyber crime mengalami kendala,
yaitu kendala yang berkenaan dengan penataan hukum dan proses
pengawasan (controlling) masyarakat terhadap setiap aktivitas
yang diduga berkaitan dengan cyber crime. Mengenai kendala
yakni proses penaatan terhadap hukum, jika masyarakat di Indonesia memiliki
pemahaman yang benar akan tindak pidana cyber crime maka baik
secara langsung maupun tidak langsung masyarakat akan membentuk suatu pola
penataan. Pola penataan ini dapat berdasarkan karena ketakutan akan ancaman
pidana yang dikenakan bila melakukan perbuatan cyber crime atau
pola penaatan ini tumbuh atas kesadaran mereka sendiri sebagai masyarakat
hukum. Melalui pemahaman yang komprehensif mengenai cyber crime,
menimbulkan peran masyarakat dalam upaya pengawasan, ketika masyarakat
mengalami lack of information, peran mereka akan menjadi
timbul nya Cyber crime.
2. Faktor Keamanan :
Saat pelaku sedang melakukan tindak pidana sangat jarang orang luar mengetahuinya. Disamping itu, apabila pelaku telah melakukan tindak pidana,maka dengan mudah pelaku dapat menghapus semua jejak kejahatan yang telah dilakukan mengingat internet menyediakan fasilitas untuk menghapuskan data yang ada. Akibatnya pada saat pelaku tertangkap sukar bagi aparat penegak hukum untuk menemukan bukti-bukti kejahatan.
3. Faktor Penegak Hukum :
Saat pelaku sedang melakukan tindak pidana sangat jarang orang luar mengetahuinya. Disamping itu, apabila pelaku telah melakukan tindak pidana,maka dengan mudah pelaku dapat menghapus semua jejak kejahatan yang telah dilakukan mengingat internet menyediakan fasilitas untuk menghapuskan data yang ada. Akibatnya pada saat pelaku tertangkap sukar bagi aparat penegak hukum untuk menemukan bukti-bukti kejahatan.
3. Faktor Penegak Hukum :
Masih sedikitnya
aparat penegak hukum yang memahami seluk beluk teknologi informasi (internet),
sehingga pada saat pelaku tindak pidana ditangkap, aparat penegak hukum
mengalami, kesulitan untuk menemukan alat bukti yang dapat dipakai menjerat
pelaku, terlebih apabila kejahatan yang dilakukan memiliki sistem pengoperasian
yang sangat rumit. Aparat penegak hukum di daerah pun belum siap dalam
mengantisipasi maraknya kejahatan ini karena masih banyak institusi kepolisian
di daerah baik Polres maupun Polsek, belum dilengkapi dengan jaringan internet.
Perlu diketahui, dengan teknologi yang sedemikian canggih, memungkinkan
kejahatan dilakukan disatu daerah.
4. Faktor Ketiadaan
Undang-undang :
Perubahan - perubahan
sosial dan perubahan - perubahan hukum tidak selalu berlangsung bersama-sama,
artinya pada keadaan - keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin
tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat.Sampai saat
ini pemerintah Indonesia belum memiliki perangkat perundang-undangan yang
mengatur tentang cyber crime belum juga terwujud. Cyber crime memang sulit
untuk dinyatakan atau dikategorikan sebagai tindak pidana karena terbentur oleh
asas legalitas. Untuk melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku
cyber crime, asas ini cenderung membatasi penegak hukum di Indonesia untuk
melakukan penyelidikan ataupun penyidikan guna mengungkap perbuatan tersebut
karena suatu aturan undang-undang yang mengatur cyber crime belum tersedia.
Asas legalitas ini tidak memperbolehkan adanya suatu analogi untuk menentukan
perbuatan pidana. Meskipun penerapan asas legalitas ini tidak boleh disimpangi,
tetapi pada prakteknya asas ini tidak diterapkan secara tedas atau
diperkenankan untuk terdapat pengecualian.
PENGERTIAN INFRINGEMENT OF PRIVACY
A.
PENGERTIAN INFRINGEMENT OF PRIVACY
a.
Pengertian
Privacy menurut para ahli
-
Kemampuan seseorang untuk mengatur
informasi mengenai dirinya sendiri.
[Craig van Slyke dan France Bélanger]
[Craig van Slyke dan France Bélanger]
-
Hak dari masing-masing individu untuk
menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan untuk apa penggunaan informasi
mengenai mereka dalam hal berhubungan dengan individu lain.[Alan Westin]
b. Pengertian Privacy
Kerahasiaan
pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok
individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik,
atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang
dihubungkan dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh
orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari
keamanan.
Hak pelanggaran
privasi oleh pemerintah, perusahaan, atau individual menjadi bagian di dalam
hukum di banyak negara, dan kadang, konstitusi atau hukum privasi. Hampir semua
negara memiliki hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi privasi, sebagai
contoh, aturan pajak umumnya mengharuskan pemberian informasi mengenai
pendapatan. Pada beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan dengan
aturan kebebasan berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan
informasi publik yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya lain.
Privasi dapat
secara sukarela dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu, dengan risiko
hanya menghasilkan sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau
bahkan kerugian. Contohnya adalah pengorbanan privasi untuk mengikut suatu
undian atau kompetisi; seseorang memberikan detail personalnya (sering untuk
kepentingan periklanan) untuk mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah.
Contoh lainnya adalah jika informasi yang secara sukarela diberikan tersebut
dicuri atau disalahgunakan seperti pada pencurian identitas.
Privasi sebagai
terminologi tidaklah berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia. Samuel D
Warren dan Louis D Brandeis menulis artikel berjudul "Right to
Privacy" di Harvard Law Review tahun 1890. Mereka seperti hal nya Thomas
Cooley di tahun 1888 menggambarkan "Right to Privacy" sebagai
"Right to be Let Alone" atau secara sederhana dapat diterjemahkan
sebagai hak untuk tidak di usik dalam kehidupan pribadinya. Hak atas Privasi
dapat diterjemahkan sebagai hak dari setiap orang untuk melindungi aspek-aspek
pribadi kehidupannya untuk dimasuki dan dipergunakan oleh orang lain (Donnald M
Gillmor, 1990 : 281). Setiap orang yang merasa privasinya dilanggar memiliki
hak untuk mengajukan gugatan yang dikenal dengan istilah Privacy Tort. Sebagai
acuan guna mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran Privasi dapat digunakan catatan
dari William Prosser yang pada tahun 1960 memaparkan hasil penelitiannya
terhadap 300 an gugatan privasi yang terjadi. Pembagian yang dilakukan Proses
atas bentuk umum peristiwa yang sering dijadikan dasar gugatan Privasi yaitu
dapat kita jadikan petunjuk untuk
memahami Privasi terkait dengan media.
Privasi
merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada
suatu kondisi atau situasi tertentu. tingkatan privasi yang diinginkan itu
menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk
berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha
supaya sukar dicapai oleh orang lain. adapun definisi lain dari privasi yaitu
sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh
pilihan pilihan atau kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang
diinginkan. privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang
secara fisik terhadap pihak pihak lain dalam rangka menyepi saja.
Teknologi
internet ini melahirkan berbagai macam dampak positif dan dampak negatif.
Dampak negatif ini telah memunculkan berbagai kejahatan mayantara (cyber crime)
yang meresahkan masyarakat Internasional pada umunya dan masyarakat Indonesia
pada khususnya. Kejahatan tersebut perlu mendapatkan tindakan yang tegas dengan
dikeluarkan Undang-Undang terhadap kejahatan mayantara yaitu dengan dikeluarkan
UU no. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Ekonomi, yang merupakan
usaha untuk memberikan kepastian hukum tentang kerugian akibat cyber crime
tersebut. Undang-Undang ini akibat dari lemahnya penegakan hukum yang digunakan
sebelumnya yang mengacu pada KUHP dan peraturan perundingan lain seperti hak
cipta, paten, monopoli, merek, telekomunikasi dan perlindungan konsumen.
Kejahatan Mayantara ini bersifat transnasional, dan karena kasusnya sudah sedemekian seriusnya, sehingga selain hukum nasional juga dalam konvensi-konvensi internasional sehingga perlu kepastian hukum dalam mencegah dan menanggulanginya. Berbagai upaya digunakan dalam menindak pelaku cyber crime dengan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan teknologi informasi di Indonesia.
Kejahatan Mayantara ini bersifat transnasional, dan karena kasusnya sudah sedemekian seriusnya, sehingga selain hukum nasional juga dalam konvensi-konvensi internasional sehingga perlu kepastian hukum dalam mencegah dan menanggulanginya. Berbagai upaya digunakan dalam menindak pelaku cyber crime dengan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan teknologi informasi di Indonesia.
PEMBAHASAN
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
CYBERCRIME
Dalam
Teknologi informatika dan komunikasi pasti tidak akan lepas dengan adanya
kejahatan – kejahatan di dunia maya atau internet atau bisa disebut juga dengan
Cybercrime.
Cybercrime
menurut U.S. Department of Justice “-- any illegal act requiring knowledge of
Computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution”, yang
dapat diartikan sebagai tindakan ilegal yang membutuhkan teknologi komputer untuk
perlakuan, pemeriksaan dan penuntutannya. Cybercrime dapat juga
diartikan sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan dengan
menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan
telekomunikasi
Andi
Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang
Komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang
komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal.
• Forester dan Morrison mendefinisikan kejahatan komputer sebagai: aksi kriminal dimana komputer digunakan sebagai senjata utama.
• Girasa (2002) mendefinisikan cybercrime sebagai : aksi kejahatan yang menggunakan teknologi komputer sebagai komponen utama.
• Tavani (2000) memberikan definisi cybercrime yang lebih menarik, yaitu: kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber.
• Forester dan Morrison mendefinisikan kejahatan komputer sebagai: aksi kriminal dimana komputer digunakan sebagai senjata utama.
• Girasa (2002) mendefinisikan cybercrime sebagai : aksi kejahatan yang menggunakan teknologi komputer sebagai komponen utama.
• Tavani (2000) memberikan definisi cybercrime yang lebih menarik, yaitu: kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber.
B. MACAM
– MACAM CYBERCRIME
Di zaman globalisasi ini cybercrime sudah tidak asing
lagi,bahkan dinegara kita negara indonesia ini sudah banyak macam – macam cyber
crime antara lain adalah sebagai berikut:
a.
Unauthorized acces to computer system
and service
Kejahatan yang
dilakukan dengan memasuki / menyusup kedalam suatu sistem jaringan komputer
secara tidak sah,tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik system jaringan
yang di masuki
b.
Illegal
Content
Kejahatan dengan
memasukkan data atau informasi ke internet
tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum
Cth
:Pornografi, penyebaran berita yang tidak benar
c.
Data Forgery
Kejahatan dengan
memalsukan data pada dokumendokumenpenting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet
d. Cyber Espionage
Kejahatan yang
memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan
kegiatan memata-matai terhadap pihak lain dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran
e. Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan
dengan membuat gangguan ,perusakan atau penghancuran terhadap suatu
data,program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet
f. Offense Against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan
terhadap hak atas kekayaan intelektual
yang dimiliki pihak lain di internet
g.
Infrengments
of Piracy
Kejahatan ini
ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal sangat pribadi dan
rahasia
Langganan:
Postingan (Atom)